CERITA TENTANG PENYESALAN SEORANG ANAK

 

PENYESALAN SEORANG ANAK – Muslihatu Maulida


          Asya menggeliat ketika merasakan ada yang mengusik tidur nya. Rasa hangat menjalar cepat ke aliran tubuh Asya kala sapuan halus tangan besar seseorang menyentuh pipi bulatnya. 

“bangun sayang, sholat subuh dulu yuk” ajak Bukhari ke anak perempuan yang sangat ia cintai itu. 

          Asya menganggukkan kepalanya seraya memperlihatkan senyum terbaiknya untuk sang ayah yang tiap subuh membangunkan nya agar Asya tidak lupa melaksanakan kewajiban 5 waktunya. Gadis cantik itu lantas turun dari ranjang tidurnya kemudian bergegas mempersiapkan diri untuk melaksanakan kewajiban 2 rakaat nya bersama keluarga kecilnya itu. 

           Setelah selesai melaksanakan ritual pagi nya. Asya kini sudah siap dengan seragam putih yang di padukan dengan rok merah dan juga tas punggung berbentuk wajah Doraemon yang sudah bertengger di punggung munggilnya. Dengan tampang ceria Asya menuruni undakan anak tangga menuju ke lantai dasar rumahnya untuk berangkat ke sekolah. “wah anak ayah sudah siap ya?” Tanya Bukhari ke putri semata wayang nya itu.  “sudah ayah” jawab Asya dengan semangat. 

“ Ayah, Bunda! Hari ini pembagian rapor semester ganjil, Ayah sama Bunda ingat kan janji kita sebelum Asya ujian?” Tanya Asya ke orangtua nya dengan mata yang berbinar layaknya anak kecil yang sedang meminta di belikan mainan kepada orangtua nya. Bukhari dan Rina saling memandang satu sama lain, jangan lupakan seuntai senyum yang terukir di wajah keduanya. “janji? Janji apa sih bun? Ayah lupa” ucap Bukhari yang pura-pura lupa dengan janji nya. Bukhari tidak lupa, ia hanya ingin menggoda anak nya itu. Bagaimana ia bisa melupakan janji nya dengan putri semata wayang nya itu. Baginya, Asya merupakan harta yang paling berharga yang di titipkan Tuhan untuk nya. 

“ Ih, Ayah. Masa ayah lupa sih? Asya gak sayang ayah”  rajuk Asya dengan bibir yang mengerucut . Bukhari dan Rina terkekeh melihat putri mereka yang sedang merajuk itu.  Asya terlihat sangat menggemaskan ketika sedang merajuk seperti ini, sehingga membuat siapa saja yang melihatnya akan merasa gemas dengan tingkah anak perempuan itu.

  “Ingat dong! Kalau Asya bisa mempertahankan peringkat 1 Asya. Ayah sama Bunda akan membelikan sepeda baru untuk putri kecil ini ” ucap Rina seraya mencubit pelan hidung mancung Asya. Sontak, senyum Asya kembali terlihat di wajah cantik nya ketika mendengar ucapan sang bunda. “Asya sayang Bunda” pekik Asya kemudian memeluk wanita paruh baya yang ia sebut Bunda itu. “sama Ayah gak sayang nih?” ucapan Bukhari mampu menghentikan aktivitas Asya yang sedang memeluk bundanya. Ia beralih menatap wajah ayahnya yang sangat mirip dengan adik kecilnya itu. “Asya gak sayang Ayah. Asya masih marah sama Ayah” ujar Asya seraya menatap ayahnya dengan tatapan tajam miliknya. 

“ya sudah, kalau Asya tidak sayang Ayah. Ayah pergi saja. Tapi asya jangan rindu sama Ayah ya? Ayah akan pergi jauh. ” ucapan Bukhari mampu membuat Asya mematung sejenak. Asya sangat dekat dengan ayahnya, bahkan ia masih saja menangis jika tidak menemukan ayahnya ketika ia membuka matanya. Namun, Asya tidak bisa mengalahkan ego dan rasa gengsi nya kala itu. Ia malah menganggukkan kepalanya dan berkata “ ya sudah, pergi saja. Asya gak akan rindu sama Ayah ”.  Asya pamit untuk berangkat ke sekolahnya dan tak lupa ia mencium punggung tangan orang tuanya lalu beranjak pergi menuju ke sekolahnya. Jarak sekolah dengan rumah Asya terbilang dekat. Sehingga Asya hanya menggunakan sepeda untuk menuju ke sekolahnya itu. 

          Asya terlihat cemas dan gugup ketika wali kelas nya membacakan satu-persatu nama yang mendapatkan peringkat untuk semester ganjil tahun ini. Di mulai dari peringkat terendah hingga tertinggi. Sejauh ini, wali kelas Asya telah membacakan hingga peringkat ke-4. Dan tibalah untuk mengumumkan peringkat 3 besar kelas IV-A itu. Mulut Asya komat-kamit merapalkan doa ketika wali kelasnya hendak mengumumkan siapa yang mendapatkan peringkat 1 dan 2 untuk semester ini. 

           Asya tak henti-henti nya mengucapkan syukur kepada Tuhan ketika mengetahui dirinya lah yang meraih peringkat 1 untuk semester ini. Senyum manis tak pernah luntur dari wajahnya ketika ia menerima piagam dan juga rapor nya. Meskipun ia sudah sering mendapatkan peringkat 1 sejak ia bersekolah, namun tetap saja hal itu terasa sangat membanggakan bagi Asya. Bagaimana tidak? Di balik prestasinya ini, ada peluh kerja keras yang menetes sebelumnya dan jangan lupakan Doa yang tiap kali ia panjatkan dalam sujudnya. 

“bu guru, Asya boleh pinjam Hp nya tidak?” Tanya Asya yang melihat wali kelas nya hendak berjalan keluar kelas

“untuk apa Asya?” selidik sang wali kelas

“Asya mau menelpon Ayah, Ayah sudah janji kalau Asya dapat Peringkat 1. Ayah akan membelikan sepeda baru  untuk Asya. Boleh kan bu guru, sebentar saja” Pinta Asya kepada wali kelasnya itu.

          Asya memekik senang ketika wali kelasnya memberikan telfon genggam miliknya ke Asya. Lantas Asya langsung menekan tombol angka untuk mengetik nomor ayah nya. 

“Halo” suara laki-laki paruh baya jelas terdengar dari seberang sana. 

“Halo Ayah. Asya dapat peringkat 1 yah. Pokoknya nanti Asya pulang sepedanya harus ada di rumah ya yah. Asya mau sepeda warna merah muda seperti punya Caca.” Jelas Asya panjang kali lebar ke ayahnya itu. 

“wah, tuan putri ayah sangat hebat. Baiklah tuan putri apa pun akan ayah lakukan untuk tuan putri.” balas Bukhari yang saat ini sedang menepi di pinggir jalan untuk menerima telpon masuk dari anak nya itu. 

“ Tapi, Ayah jangan senang dulu. Asya masih marah sama ayah sebelum Ayah belikan Asya sepeda baru.” Lanjut asya yang membuat wali kelas nya terkekeh mendengar ucapan Asya.

“ Ya sudah tidak apa-apa. Ayah tetap sayang sama Asya walaupun Asya tidak sayang Ayah. Ayah pergi dulu ya! Ayah sayang Asya” ujar Bukhari sebelum memutuskan sambungan telpon dengan anaknya itu. “Asya juga sayang Ayah” gumam Asya yang pasti tak di dengar Sang ayah karena sambungan telpon nya sudah terputus. Asya mengembalikan telfon genggam milik wali kelas nya, tak lupa ia mengucapkan kata terimakasih lalu pamit untuk kembali ke kediamannya.  “tunggu Asya pulang ya yah. Asya akan bilang kalau Asya sangat menyayangi ayah.” Batin Asya seraya tersenyum sambil mengayuh sepedanya.

Asya menyerngit heran, ketika menyadari rumahnya yang terlihat sepi seperti tak berpenghuni. Lantas ia menekan gagang pintu rumahnya ke bawah. Namun, pintunya terkunci. Ia lalu mencoba mengetuk pintu utama rumahnya.Sudah lebih dari satu menit Asya memekik memanggil Bundanya namun hingga sekarang tak ada yang menyahut panggilannya. “mungkin bunda di rumah nenek” gumam Asya ke diri nya sendiri. Asya sedikit tersentak ketika mendengar tantenya meneriaki namanya. Ia menyerngit heran kala sang tante berlari terbirit-birit ke arahnya.“Asya, kita ke rumah sakit sekarang” ujar tante Asya dengan nafas yang ter engah-engah lalu membawa gadis kecil itu ke dalam gendongannya. 

Asya mematung ketika melihat Ayahnya yang terbaring tak sadarkan diri di atas brankas pasien. Berbagai macam peralatan medis terlihat menempel di tubuh ayahnya. Di samping brankas terdapat bundanya yang tengah menggenggam tangan suaminya dengan air mata yang terus-menerus mengalir di wajah putihnya. Dengan langkahh yang berat, asya mencoba mendekati brankas pasien itu. Cairan bening kini telah bersarang di kedua mata Asya. Asya menggigit bibir bawahnya berusaha untuk menahan air mata yang siap membasahi pipi Asya. Asya terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih tidak percaya akan pria yang terbaring di brankas itu adalah Ayahnya. Ayahnya baik-baik saja sebelum ia berangkat ke sekolah, tidak mungkin ini ayahnya. 

Tangis Asya pecah ketika mendengar sang ayah menyebut namanya lirih. Laki-laki itu terlihat sedang menahan segala rasa sakit yang ia rasakan saat ini akibat kecelakaan yang baru saja menimpanya itu. “ Asya..bantu ayah sayang. Bantu ayah talqin” suara parau Bukhari memecah keheningan ruangan itu. Asya menggelengkan kepalanya dengan kuat. Ia tidak akan bisa melakukan permintaan ayahnya itu. Asya tidak akan sanggup melakukannya. 

“mas, kamu jangan bicara seperti itu mas. Kamu kuat, kamu harus kuat demi anak-anak kita” Rina, Bundanya Asya merasa sakit luar biasa ketika mendengar parau suaminya . “Asya..bantu ayah sayang. Talqin” pinta Bukhari ke putrinya dengan sisa tenaga yang ia miliki. “ayah”  Asya gemetar. Asya membenci situasi ini, demi apapun ia sangat membencinya. Namun, disisi lain ia tidak tahu harus apa, ayahnya meminta itu kepadanya.

Dengan berat hati Asya menuntun Ayahnya untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Bibirnya yang enggan terbuka pelan tapi pasti ia mengatakannya. “a-ashadu an laa..hikss” Asya mendekatkan bibirnya ke telinga ayahnya. Sementara bundanya hanya bisa menangis melihat kejadian itu. “Asshadu an laa, ilaaha illallah..wa asshadu an laa Muhammadun rasululallah..” air mata Asya berlinang. 

“ashadu..hh..an..laa, ilaa ha illallah.. Muhammad rasululullah—‘’ Bukhari menarik nafasnya.matanya tertutup dengan tiba-tiba setelah ia menyelesaikan talqinnya. Tiit..tiit..  bunyi dari monitor perekam detak jantung terdengar nyaring di telinga Asya di susul dengan garis lurus yang di tampilkan monitor tersebut. “enggak, ayah bangun” asya berteriak histeris ketika ayahnya kembali tak sadarkan diri. Bahkan Asya belum sempat mengatakan hal yang ingin ia utarakan.   “waktu kematian.Selasa, pukul 12.00 WIB” ucapan dokter itu membuat dunia Asya berhenti berputar. Ayahnya telah Tiada.Asya sangat menyayangi Ayahnya. Namun, Tuhan lebih menyayangi nya. Kini, Asya hanya bisa menangisi kepergian cinta pertama dalam hidupnya itu. Rasa menyesal kini menyelimuti Asya. Asya menyesal, mengapa dahulu ia tak mengucapkan bahwa ia menyayangi ayahnya sejuta kali sehari. Kini, ia hanya bisa menatap pusara ayahnya dengan air mata yang masih saja mengucur deras. 

Rasanya menyakitkan, penyesalan yang teramat sangat menyakiti perasaannya. Semuanya terjadi begitu saja, hatinya hancur sehancur-hancurnya. Dunia nya rusak, dan sekarang hanya tangis yang ia dengar tak ada lagi tawa. Jika ia tahu akan seperti ini akhirnya, Asya tidak akan mengatakan bahwa ia tidak menyayangi ayahnya. 

“Ayah..Bisakah kau kembali.? Sebentar saja, Asya hanya ingin bilang Asya sangat menyayangi mu ayah.  Tuhan..apa dosa ku terlalu besar padamu? mengapa Kau menghukumku se keras ini Tuhan?” Tangis Asya kembali pecah ketika ia menatap bingkai foto yang berisikan potret dirinya bersama sang ayah. Di dalam foto itu terlihat Asya yang berada dalam gendongan sang ayah dan terlihat mencium pipi ayahnya. Jika ini memang rindu, mengapa harus ada air mata ?

Penyesalan memang selalu datang terlambat bukan?. Rezeki, jodoh dan maut itu hanya Tuhan yang tahu. Hidup ini hanya sementara, jangan menyia-nyiakan kesempatan yang di berikan Tuhan kepada kita. Apa lagi menyia-nyiakan sesuatu yang sangat berharga dan berakhir dengan penyesalan. Dan jangan malu untuk mengatakan “Cinta” kepada orang tua mu. Karena kita tidak tahu, sampai kapan kita akan bersama mereka.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

pengertian teleconference,fungsi,kegunaan,jenis teleconference

PENGERTIAN,TUJUAN,FUNGSI,TUGAS POKOK KEARSIPAN

peralatan kearsipan